Aku adalah anak tunggal. Ibuku adalah seorang wanita yang disiplin
dan agak keras sedangkan ayahku kebalikannya bahkan bisa dikatakan bahwa ayah
di bawah bendera ibu. Bisa dikatakan ibulah yang lebih mengatur segala-galanya dalam
keluarga. Namun, walaupun ibu keras, di luar rumah aku termasuk cewek bandel
dan sering tukar-tukar pacar, tentunya tanpa sepengetahuan ibuku. Tapi suatu
saat, pada saat aku duduk di kelas 2 SMA, ibuku pergi mengunjungi nenek yang
sakit di kampung. Dia akan tinggal di sana selama 2 minggu. Hatiku bersorak.
Aku akan bisa bebas di rumah. Tak akan ada yang memaksa-maksa untuk belajar.
Aku juga bebas pulang sore. Kalau Ayah, yah.. dia selalu kerja sampai hampir
malam.
Pulang sekolah, aku mengajak pacarku, Anton, ke rumah. Aku sudah
beberapa kali mengadakan hubungan kelamin dengannya. Tetapi hubungan tersebut
tidak pernah betul-betul nikmat. Selalu dilakukan buru-buru sehingga aku tidak
pernah orgasme. Aku penasaran, bagaimana sih nikmatnya orgasme?
Singkat cerita, aku dan Anton sudah berada di ruang tengah. Kami
merasa bebas. Jam masih menunjukkan angka 3:00 sedangkan ayah selalu pulang
pukul enam lewat. So, cukup waktu untuk memuaskan berahi. Kami duduk di sofa.
Anton dengan segera melumat bibirku. Kurasakan hangatnya bibirnya.
"Ah.." kurangkul tanganku ke lehernya. Ciumannya semakin dalam. Kini
lidahnya yang mempermainkan lidahku. Tangannya pun mulai bermain di kedua
bukitku. Aku benar-benar terangsang. Aku sudah bisa merasakan bahwa vaginaku sudah
mulai basah. Segera kujulurkan tanganku ke perut bawahnya. Aku merasakan bahwa
daerah itu sudah bengkak dan keras. Kucoba membuka reitsleting celananya tapi
agak susah. Dengan segera Anton membukakannya untukku. Bagai tak ingin membuang
waktu, secara bersamaan, aku pun membuka kemeja sekolahku sekaligus BH-ku tapi
tanpa mengalihkan perhatianku pada Anton. Kulihat segera sesudah CD Anton
lepas, senjatanya sudah tegang, siap berperang.
Kami berpelukan lagi. Kali ini, tanganku bebas memegang burungnya.
Tidak begitu besar, tapi cukup keras dan berdiri dengan tegangnya. Kuelus-elus
sejenak. Kedua telurnya yang dibungkus kulit yang sangat lembut, sungguh
menimbulkan sensasi tersendiri saat kuraba dengan lembut. Penisnya
kemerah-merahan, dengan kepala seperti topi baja. Di ujungnya berlubang.
Kukuakkan lubang kecil itu, lalu kujulurkan ujung lidahku ke dalam. Anton
melenguh. Expresi wajahnya membuatku semakin bergairah. "Ah.."
kumasukkan saja batang itu ke mulutku. Anton melepaskan celana dalamku lalu
mempermainkan vaginaku dengan jarinya. Terasa sentuhan jarinya diantara kedua
bibir kemaluanku. Dikilik-kiliknya klitorisku. Aku makin bernafsu. Kuhisap
batangnya. Kujilati kepala penisnya, sambil tanganku mempermainkan telurnya
dengan lembut. Kadang kugigit kulit telurnya dengan lembut. "Nit, pindah
di lantai saja yuk, lebih bebas!"
Tanpa menunggu jawabanku, dia sudah menggendongku dan
membaringkanku di lantai berkarpet tebal dan bersih. Dibukanya rok abu-abuku,
yang tinggal satu-satunya melekat di tubuhku, demikian juga kemejanya. Sekarang
aku dan dia betul-betul bugil. Aku makin menyukai suasana ini. Kutunggu, apa
yang akan dilakukannya selanjutnya. Ternyata Anton naik ke atas tubuhku dengan
posisi terbalik, 69. Dikangkangkannya pahaku. Selanjutnya yang kurasakan adalah
jilatan-jilatan lidahnya yang panas di permukaan vaginaku. Bukan itu saja,
klitorisku dihisapnya, sesekali lidahnya ditenggelamkannya ke lubangku.
Sementara batangnya tetap kuhisap. Aku sudah tidak tahan lagi. "Ton, ayo
masukin saja." "Sebentar lagi Nitt."
"Ah.. aku nggak tahan lagi, aku mau batangmu, please!"
"Ah.. aku nggak tahan lagi, aku mau batangmu, please!"
Anton memutar haluan. Digosok-gosokannya kepala penisnya sebentar
lalu.. "Bless.." batang itu masuk dengan mantap. Tak perlu diolesi
ludah untuk memperlancar, vaginaku sudah banjir. Amboy, nikmat sekali. Disodok-sodok,
maju mundur.. maju mundur. Aku tidak tinggal diam. Kugoyang-goyang juga
pantatku. Kadang kakiku kulingkarkan ke pinggangnya.
Tiba-tiba, "Ah.. aku keluar.." Dicabutnya penisnya dan
spermanya berceceran di atas perutku.
"Shit! Sama saja, aku belum puas, dia sudah muntah,"
rungutku dalam hati.
Tapi aku berpikir, "Ah, tak mengapa, babak kedua pasti ada."
Tapi aku berpikir, "Ah, tak mengapa, babak kedua pasti ada."
Dugaanku meleset. Anton berpakaian.
"Nit, sorry yah.. aku baru ingat. Hari ini rupanya aku harus
latihan band, udah agak telat nih," dia berpakaian dengan buru-buru. Aku
betul-betul kecewa.
"Kurang ajar anak ini. Dasar egois, emangnya aku lonte, cuman memuaskan kamu saja."
"Kurang ajar anak ini. Dasar egois, emangnya aku lonte, cuman memuaskan kamu saja."
Aku betul-betul kecewa dan berjanji dalam hati tak akan maumainlagi
dengannya. Karena kesal, kubiarkan dia pergi. Aku berbaring saja di sofa, tanpa
mempedulikan kepergiannya, bahkan aku berbaring dengan membelakanginya, wajahku
kuarahkan ke sandaran sofa. Kemudian aku mendengar suara langkah mendekat. "Ngapain
lagi si kurang ajar ini kembali," pikirku. Tapi aku memasang gaya cuek.
Kurasakan pundakku dicolek. Aku tetap cuek."Nita!"
Oh.. ini bukan suara Anton. Aku bagai disambar petir. Aku masih
telanjang bulat.
"Ayah!" aku sungguh-sungguh ketakutan, malu, cemas, pokoknya hampir mati.
"Dasar bedebah, rupanya kamu sudah biasa main begituan yah. Jangan membantah. Ayah lihat kamu bersetubuh dengan lelaki itu. Biar kamu tahu, ini harus dilaporkan sama ibumu."
"Ayah!" aku sungguh-sungguh ketakutan, malu, cemas, pokoknya hampir mati.
"Dasar bedebah, rupanya kamu sudah biasa main begituan yah. Jangan membantah. Ayah lihat kamu bersetubuh dengan lelaki itu. Biar kamu tahu, ini harus dilaporkan sama ibumu."
Aku makin ketakutan, kupeluk lutut ayahku, "Yah.. jangan Yah,
aku mau dihukum apa saja, asal jangan diberitahu sama orang lain terutama
Mama," aku menangis memohon
Tiba-tiba, ayah mengangkatku ke sofa. Kulihat wajahnya makin
melembut.
"Nit, Ayah tahu kamu tidak puas barusan. Waktu Ayah masuk, Ayah dengar suara-suara desahan aneh, jadi Ayah jalan pelan-pelan saja, dan Ayah lihat dari balik pintu, kamu sedang dientoti lelaki itu, jadi Ayah intip aja sampai siap mainnya."
Aku diam aja tak menyahut.
"Nit, Ayah tahu kamu tidak puas barusan. Waktu Ayah masuk, Ayah dengar suara-suara desahan aneh, jadi Ayah jalan pelan-pelan saja, dan Ayah lihat dari balik pintu, kamu sedang dientoti lelaki itu, jadi Ayah intip aja sampai siap mainnya."
Aku diam aja tak menyahut.
"Nit, kalau kamu mau Ayah puasin, maka rahasiamu tak akan
terbongkar."
"Sungguh?"
"Sungguh?"
Ayah tak menjawab, tapi mulutnya sudah mencium susuku. Dijilatinya
permukaan payudaraku, digigitnya pelan-pelan putingku. Sementara tangannya
sudah menjelajahi bagian bawahku yang masih basah. Ayah segera membuka bajunya.
Langsung seluruhnya. Aku terkejut. Kulihat penis ayahku jauh lebih besar, jauh
lebih panjang dari penis si Anton. Tak tahu aku berapa ukurannya, yang jelas
panjang, besar, mendongak, keras, hitam, berurat, berbulu lebat. Bahkan antara
pusat dan kemaluannya juga berbulu halus. Beda benar dengan Anton. Melihat ini
saja aku sudah bergetar
Kemudian Aku didudukkannya di sofa. Pahaku dibukanya lebar-lebar.
Dia berlutut di hadapanku lalu kepalanya berada diantara kedua pangkal pahaku.
Tiba-tiba lidah hangat sudah menggesek ke dalam vaginaku. Aduh, lidah ayahku
menjilati vaginaku. Dia menjilat lebih lihai, lebih lembut. Jilatannya dari
bawah ke atas berulang-ulang. Kadang hanya klitorisku saja yang dijilatinya.
Dihisapinya, bahkan digigit-gigit kecil. Dijilati lagi. Dijilati lagi.
"Oh.. oh.. enak, Yah di situ Yah, enak, nikmat Yah," tanpa sadar, aku
tidak malu lagi mendesah jorok begitu di hadapan ayahku. Ayah
"memakan" vaginaku cukup lama. Tiba-tiba, aku merasakan nikmat yang
sangat dahsyat, yang tak pernah kumiliki sebelumnya.
"Oh.. begini rupanya orgasme, nikmatnya," aku tiba-tiba
merasa lemas. Ayah mungkin tahu kalau aku sudah orgasme, maka dihentikannya
menjilat lubang kewanitaanku. Kini dia berdiri, tepat di hadapan hidungku,
penisnya yang besar itu menengadah. Dengan posisi, ayah berdiri dan aku duduk
di sofa, kumasukkan batang ayahku ke mulutku. Kuhisap, kujilat dan kugigit
pelan. Kusedot dan kuhisap lagi. Begitu kulakukan berulang-ulang. Ayah ikut
menggoyangkan pantatnya, sehingga batangnya terkadang masuk terlalu dalam,
sehingga bisa kurasakan kepala penisnya menyentuh kerongkonganku. Aku kembali sangat
bergairah merasakan keras dan besarnya batang itu di dalam mulutku. Aku ingin
segera ayah memasuki lubangku, tapi aku malu memintanya. Lubangku sudah
betul-betul ingin "menelan" batang yang besar dan panjang.
Tiba-tiba ayah menyeruhku berdiri.
"Mau main berdiri ini," pikirku.
Rupanya tidak. Ayah berbaring di sofa dan mengangkatku ke atasnya.
"Masukkan Nit!" ujar Ayah.
Kuraih batang itu lalu kuarahkan ke vaginaku. Ah.. sedikit sakit
dan agak susah masuknya, tapi ayah menyodokkan pantatnya ke depan.
"Aduh pelan-pelan, Ayah." Lalu berhenti sejenak, tapi
batang itu sudah tenggelam setengah akibat sodokan ayah tadi. Kugoyang
perlahan. Dengan perlahan pula batang itu semakin masuk dan semakin masuk.
Ajaibnya semakin masuk, semakin nikmat. Lubang vaginaku betul-betul terasa
penuh. Nikmat rasanya. Karena dikuasai nafsu, rasa maluku sudah hilang.
Kusetubuhi ayahku dengan rakus. Ekspresi ayahku makin menambah nafsuku. Remasan
tangan ayahku di kedua payudaraku semakin menimbulkan rasa nikmat. Kogoyang
pantatku dengan irama keras dan cepat.
Tiba-tiba, aku mau orgasme, tapi ayah berkata, "Stop! Kita ganti posisi. Kamu nungging dulu."
Tiba-tiba, aku mau orgasme, tapi ayah berkata, "Stop! Kita ganti posisi. Kamu nungging dulu."
"Mau apa ini?" pikirku.
Tiba-tiba kurasakan gesekan kepala penis di permukaan lubangku
kemudian.. "Bless.." batang itu masuk ke lubangku. Yang begini belum
pernah kurasakan. Anton tak pernah memperlakukanku begini, begitu juga Muklis,
lelaki yang mengambil perawanku. Tapi yang begini ini rasanya selangit. Tak
terkatakan nikmatnya. Hujaman-hujaman batang itu terasa menggesek seluruh liang
kewanitaanku, bahkan hantaman kepala penis itupun terasa membentur dasar
vaginaku, yang membuatku merasa semakin nikmat. Kurasakan sodokan ayah makin
keras dan makin cepat. Perasaan yang kudapat pun makin lama makin nikmat. Makin
nikmat, makin nikmat, dan makin nikmat.
Tiba-tiba, "Auh..oh.. oh..!" kenikmatan itu meladak. Aku
orgasme untuk yang kedua kalinya. Hentakan ayah makin cepat saja, tiba-tiba
kudengar desahan panjangnya. Seiring dengan itu dicabutnya penisnya dari lubang
vaginaku. Dengan gerakan cepat, ayah sudah berada di depanku. Disodorkannya
batangnya ke mulutku. Dengan cepat kutangkap, kukulum dan kumaju-mundurkan
mulutku dengan cepat. Tiba-tiba kurasakan semburan sperma panas di dalam
mulutku. Aku tak peduli. Terus kuhisap dan kuhisap. Sebagian sperma tertelan
olehku, sebagian lagi kukeluarkan, lalu jatuh dan meleleh memenuhi daguku. Ayah
memelukku dan menciumku, "Nit, kapan-kapan, kalau nggak ada Mama, kita
main lagi yah." Aku tak menjawab. Sebagai jawaban, aku menggelayut dalam
pelukan ayahku. Yang jelas aku pasti mau. Dengan pacarku aku tak pernah
merasakan orgasme. Dengan ayah, sekali main orgasme dua kali. Siapa yang mau
menolak?
Sesudah itu asal ada kesempatan, kami melakukannya lagi. Sementara
mama masih sering marah, dengan nada tinggi, berusaha mengajarkan disiplin.
Biasanya aku diam saja, pura-pura patuh. Padahal suaminya, yang menjadi ayahku
itu, sering kugeluti dan kunikmati. Beginilah kisah permainanku dengan ayahku
yang pendiam, tetapi sangat pintar di atas ranjang.
T A M A T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Telah Berkunjung KeBlog Saya Yang Sederhana Ini, Saya Hanya Berharap Anda-Anda Semua Memberikan Komentar, Join dan Memberikan Google + saya sudah Mengucapkan Banyak terimakasih. Semoga Anda Dapat Menikmati Postingan-Postingan Saya.
By. ADMIN